thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley
  • Jalan-jalan di Borobudur mengenal sejarah bangsa Indonesia masa lalu
  • Banten dan Makasar, sama-sama Hasanudin, bukti bahwa Indonesia satu
  • Menciptakan generasi untuk membangun bangsa, Menciptakan generasi berbudi dan berahlakul karimah
  • Langkah maju untuk generasi, Bersama berprestasi

Selasa, 20 Desember 2011

Ratusan Guru Gunakan Surat Izin Belajar Palsu


REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA - Ratusan guru PNS di Kabupaten Purwakarta, diduga telah menggunakan surat izin belajar palsu. Surat izin belajar ini, dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat. Akan tetapi, BKD tak merasa telah mengeluarkan surat tersebut.
"Kita dapat laporan adanya surat izin belajar palsu," ujar Kepala BKD Kabupaten Purwakarta, M Fajar Sidik, kepada Republika, Senin (19/12).
Surat ini, menjadi keharusan bagi guru PNS yang telah melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi. Fungsinya untuk mempermudah kenaikan pangkat. Akan tetapi, ternyata di lapangan banyak yang mengantongi surat izin palsu tersebut.
Bahkan, kata Fajar, pihaknya sudah mengantongi 50 nama guru yang menggunakan surat izin belajar yang diduga palsu tersebut. Namun, karena jumlah guru di Purwakarta mencapai 6.000 orang, maka diduga yang telah memalsukan surat izin tersebut lebih dari 100 orang. "Kita akan terus telusuri kebenarannya," kata Fajar.
Fajar menyebutkan, setiap guru PNS harus memiliki surat izin belajar. Begitu pula dengan guru yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Ketika, mereka beres kuliah surat izin tersebut harus kembali dikantongi.
Akan tetapi, lanjut dia, berdasarkan hasil penyelidikan ternyata banyak guru yang memalsukan surat tersebut. Salah satu indikator pemalsuannya, yaitu pada tanda tangan Kepala BKD. Pada surat izin palsu, tanda tangan kepala BKD ini melalu proses scanner.
Bahkan, surat izin belajar ini diduga telah diperjualbelikan oleh pihak tertentu. Kabarnya, untuk mendapatkannya harus ditebus dengan uang antara Rp 500 sampai 600 ribu.
Meski demikian, pihaknya tidak akan buru-buru mengeluarkan sanksi terhadap para guru nakal tersebut. Upaya yang akan dilakukannya, yaitu menulusuri fakta di lapangan. Kemudian, jika terbukti maka guru-guru tersebut akan dibina.
"Sanksi itu hal yang gampang," cetus Fajar. Seraya menyebutkan, justru yang sulit dilakukan itu melakukan pembinaan. Serta, menghentikan tindakan mereka yang keliru itu.
Terkait dengan pemalsuan tanda tangan ini, Fajar juga belum akan menyerahkan kasus tersebut ke kepolisian. Padahal, jika merujuk pada peraturan, perbuatan pemalsuan tanda tangan itu sudah melanggar hukum. Jadi, kasus ini bisa diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Tidak ada komentar: