thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley thankyousmiley
  • Jalan-jalan di Borobudur mengenal sejarah bangsa Indonesia masa lalu
  • Banten dan Makasar, sama-sama Hasanudin, bukti bahwa Indonesia satu
  • Menciptakan generasi untuk membangun bangsa, Menciptakan generasi berbudi dan berahlakul karimah
  • Langkah maju untuk generasi, Bersama berprestasi

Senin, 25 Juni 2012

Guru sebagai Profesional

Guru adalah pendidik merupakan tenaga profesional sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat profesi pendidik yang dapat diperoleh melalui jalur sertifikasi. Guru yang telah tersertifikasi akan diberikan tunjangan profesi yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok.
Namun besaran tunjangan profesi yang diterima guru akan mendapatkan kendala apabila beban kerja guru kurang dari 24 jam tatap muka (JTM) sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 35 ayat 2 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang mengamanatkan bahwa guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik, nomor registrasi, dan telah memenuhi beban kerja mengajar minimal 24 JTM perminggu memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok.
Sekolah tentu harus berusaha mengupayakan seluruh guru yang tersertifikasi atau belum tersertifikasi diberikan porsi JTM yang maksimal untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Namun tidak semua guru berada pada kondisi ideal untuk memenuhi minimal 24 JTM perminggu. hal ini dikarenakan di sekolah terdapat beberapa guru yang mengampu mata pelajaran sejenis dan menyebabkan guru harus berbagi dengan rekan guru yang lain. Atau memang bagian jam pelajaran tersebut tidak mencukupi 24 JTM. Sebagai contoh guru Al-Qur’an Hadis yang mengajar di sebuah sekolah dengan jumlah rombongan belajar (rombel) 3 kelas porsi mengajarnya hanya 2 JTM per kelas, guru tersebut hanya memperoleh 6 JTM perminggu bila mengajar ketiga kelas tersebut, artinya guru tersebut masih kurang 18 JTM untuk memenuhi standar minimal yang ditetapkan pemerintah. atau seorang guru Bahasa Inggris yang bertugas di sebuah sekolah dengan jumlah rombel 9 kelas. porsi mengajar perkelas 4 JTM maka beban kerja guru tersebut 36 JTM. Namun kenyataannya guru tersebut harus berbagi dengan guru lain yang mengampu mata pelajaran sejenis artinya guru tersebut tidak mudah memperoleh 24 JTM sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan.
Guru yang beban kerjanya kurang dari 24 JTM perminggu berjuang untuk memenuhinya. Lantas mencari tambahan mengajar ke sekolah lain yang jenjangnya sama atau berbeda. Misalnya guru SMA menambah JTM nya yang kurang dengan mengajar di SMP atau bahkan di SD, atau guru MTs mencari tambahan JTM di MA atau MI dan sebaliknya. Permasalahan baru pun bermunculan terutama dari sisi guru dan sekolah. Guru dituntut bekerja lebih ekstra dan membagi waktu dengan baik dan sekolah harus mau menerima kondisi guru yang mendua (bekerja di dua atau tiga sekolah) keadaan ini menjadi kerumitan yang riil dilapangan. Ketika sekolah tambahan (sekolah untuk menambah JTM guru) menuntut guru tersebut untuk bekerja maksimal, guru tersebut tidak memiliki pilihan dalam mengambil keputusan mengikuti perintah atasan atau dikeluarkan dari sekolah tambahan tersebut. Umpama guru matematika yang bertugas di sekolah A mencari tambahan JTM di sekolah B, diwaktu bersamaan harus mengikuti lomba matematika. Sementara di sekolah A ditunjuk sebagai pembimbing, di sekolah B juga ditunjuk sebagai pembimbing tentu akan kebingungan apabila guru tersebut diutus untuk mengawal dan mengawasi kedua-duanya. Atau guru Bahasa Indonesia di sekolah A ditugaskan dihari rabu jam ke 1 dan jam ke 2 di sekolah B ditugaskan pada hari yang sama, kondisi semacam ini menjadi dilema bagi guru dalam mengambil keputusan.
Sekolah pada saat menerima lamaran guru tentu bukan sekedar mengisi kekosongan JTM guru, akan tetapi guru dituntut untuk mengabdi di dalamnya. Maka, pantas apabila sekolah menuntut guru untuk aktif dan berperan serta dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah.

BEBAN GURU
Gambaran tentang beban kerja guru untuk memenuhi 24 JTM digambarkan sebagai berikut; guru yang memiliki 2 JTM per minggu, maka guru tersebut harus menghadapi 12 kelas untuk memenuhi 24 JTM. jika satu kelas terdiri dari 20 siswa, maka per minggu guru tersebut menghadapi 240 siswa. Jika satu minggu 12 kelas masing-masing diberi soal evaluasi 10 nomor dengan model pemeriksaan hasil jawaban sistem bobot, maka guru tersebut akan menganalisis 2.400 soal. Berdasarkan pengalaman jika pemeriksaan paling cepat dibutuhkan waktu 2 menit per nomor soal. maka dibutuhkan waktu 4.800 menit atau 3 hari lebih tiap minggunya hanya untuk memeriksa hasil evaluasi setiap pertemuan, belum lagi tugas-tugas lainnya yang dibebankan kepada guru. Artinya beban kerja guru sangatlah berat dan sangat layak apabila pemerintah memberikan perhatian lebih kepada guru.
Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada guru dalam kategori struktural ataupun khusus, jenis tugas tambahan antara lain : Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Perpustakaan, Kepala Laboratorium, Ketua Jurusan, Kepala Bengkel, Pembimbing Praktik Kerja Industri dan Kepala Unit Produksi.
Penghitungan Beban Kerja Guru yang diterbitkan Dirjen PMPTK berkaitan dengan tugas tambahan guru dijelaskan sebagai berikut:
1) Tugas sebagai Kepala Sekolah ekuivalen dengan 18 JTM, sehingga minimal tugas wajib mengajarnya 6 JTM. 2) Tugas sebagai Wakil Kepala Sekolah ekuivalen dengan 12 JTM, sehingga minimal tugas wajib mengajarnya 12 JTM. 3) Tugas sebagai Kepala Perpustakaan ekuivalen dengan 12 JTM, sehingga minimal tugas wajib mengajarnya 12 JTM. 4) Tugas sebagai Kepala Laboratorium ekuivalen dengan 12 JTM, sehingga minimal tugas wajib mengajarnya 12 JTM. 5) Tugas sebagai Ketua Jurusan Program Keahlian ekuivalen dengan 12 JTM, sehingga minimal tugas wajib mengajarnya 12 JTM. 6) Tugas sebagai Kepala Bengkel ekuivalen dengan 12 JTM, sehingga minimal tugas wajib mengajarnya 12 JTM. 7) Tugas sebagai Pembimbing Praktik Kerja Industri ekuivalen dengan 12 JTM, sehingga minimal tugas wajib mengajarnya 12 JTM. 8) Tugas sebagai Kepala Unit Produksi ekuivalen dengan 12 JTM, sehingga minimal wajib mengajar 12 JTM.
Ketentuan tugas guru yang diamanatkan Undang-undang tentang wajib beban kerja guru minimal 24 JTM tercukupi dengan tugas tambahan di atas. Namun tugas tambahan tersebut di atas hanya sebagian orang saja yang dapat memenuhinya. Dengan kata lain guru tanpa tugas tambahan tetap kesulitan memenuhi 24 JTM. Disamping ada tugas tambahan yang dapat menambah perhitungan jumlah jam tatap muka guru, juga terdapat ketetapan lain untuk guru yang telah tersertifikasi sebagai berikut:
(1) Guru yang mengajar pada Kejar Paket A, B, atau C tidak diperhitungkan jam mengajar-nya, (2) Guru Mapel SMP (selain mata pelajaran Penjasorkes dan Agama) tidak boleh mengajar di SD, karena guru SD pada dasarnya adalah guru kelas, (3) Penambahan jam pada struktur kurikulum paling banyak 4 jam per minggu berdasarkan standar isi KTSP, (4) Program pengayaan atau remedial teaching tidak diperhitungkan jam mengajar-nya, (5) Pembelajaran ekstrakurikuler tidak diperhitungkan jam mengajarnya, meskipun sesuai dengan sertifikasi mata pelajaran, (6) Pemecahan Rombel dari 1 kelas menjadi 2 kelas diperbolehkan, dengan syarat dalam 1 kelas jumlah siswa minimal 20 siswa, (7) Pembelajaran Team teaching tidak diperbolehkan kecuali untuk mata pelajaran Produktif di SMK, (8) Guru Bahasa Indonesia yang mengajar Bahasa Jawa, jam mengajar Bahasa Jawanya tidak diperhitungkan. Mata Pelajaran yang serumpun adalah IPA dan IPS dan hanya boleh untuk tingkat SMP, (9) Pengembangan diri siswa tidak diperhitungkan jam mengajarnya
Adanya sistem penilaian kinerja guru atau evaluasi beban kerja guru sangat baik dilakukan sebagai pertanggung-jawaban seorang guru sebagai tenaga profesional. Artinya guru tidak boleh sewenang-wenang meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya sementara telah mendapatkan gaji atau tunjangan. Akan tetapi Pemerintah-pun harus mengerti kondisi yang ada dilapangan. Kondisi dimana guru tidak mudah untuk mendapatkan jatah 24 JTM. Kebijakan pemerintah yang diharapkan guru adalah menyelesaikan masalah tanpa membuat masalah baru, bila dipaksakan guru harus memperoleh 24 JTM setidaknya ada solusi yang tepat sehingga guru tidak harus menduakan sekolah tempat tugas utamanya.

Terbit di Radar Banten
Senin, 25 Juni 2012

Tidak ada komentar: