Diceritakan oleh KH. Abdul
Latief bin KH. Ali Cibeber
Perjalanan Maulana Hasanuddin menuju Banten
Pada Suatu hari Syarif Hidayatullah
yang terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati berucap kepada putranya “Hai Anakku
Hasanuddin, sekarang pergilah engkau dari Cirebon dan carilah negeri yang
penduduknya belum memeluk Islam”. Lalu setelah mendengar titah orang tua
beliau, maka berangkatlah beliau seorang diri ke arah barat.
Setelah setengah perjalanan, beliau
mendaki gunung Munara Rumpin yang terletak diantara Bogor dan Jasinga. Dan
beliau bermunajat selama 14 hari meminta kepada Allah SWT supaya mendapat
petunjuk. Dalam munajatnya datanglah sang ayah Sunan Gunung Jati lalu berucap
“Hai anakku Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah
engkau ke arah barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar. Negeri Azar adalah
negerinya Pucuk Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke Gunung
Karang yaitu negerinya Azar”. Setelah berbicara ayahanda beliau kembali ke
Cirebon.
Setelah mendapat petunjuk, akhirnya
beliaupun turun gunung dan akhirnya berhenti di negeri Banten Girang yakni di
sungai Dalung. Disana adalah tempat bersemedinya Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju,
beliau berdua adalah saudara Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran. Ratu Pakuan
dinamai Dewa Ratu dan Ratu Pajajaran dinamai Prabu Siliwangi. Sebelumnya Ki
Ajar Ju dan Ki Ajar Jong telah diberi mimpi bertemu dengan Maulana Hasanuddin dan
kemudian memeluk Islam dalam mimpi mereka berdua. Maka, sesampainya Maulana
Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai Dalung, keluarlah Ki Ajar
Jong dan Ki Ajar Ju dari dalam Gua tempat pertapaan beliau berdua, lalu bersalaman
dan mencium tangan Maulana Hasanuddin setelah bercerita akhirnya beliau berdua
diajari membaca syahadat oleh Maulana Hasanuddin dan keduanya bertekad bulat
memeluk Islam.
Akhirnya oleh Maulana Hasanuddin kedua santrinya ini diganti namanya dari
Ajar Jong menjadi Mas Jong dan Ajar Ju diganti menjadi Agus Ju dan Maulana
Hasanuddinpun memberikan arahan kapada keduanya apabila memiliki keturunan maka
diharapkan keduanya memberikan ciri dalam nama keturunan keduanya. Kepada Mas
Jong, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila suatu saat kamu mempunyai anak, maka
berilah nama anak laki-lakimu yang tertua dengan tambahan Mas dan yang termuda
Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Mas”.
Dan kepada Agus Ju, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila kelak satu saat kamu
mempunyai anak, maka berilah tambahan pada nama anak laki-lakimu yang tertua Ki
Agus dan yang termuda Ki Entul dan apabila memiliki anak
perempuan berilah nama Nyi Ayu”. Demikianlah sejarah keturunan nyi mas, nyi ayu,
entul, ki agus dan mas yang berasal dari keturunan santri Maulana Hasanuddin
ini.
Selanjutnya Mas Jong dan Agus Ju
diperintah oleh Maulana Hasanuddin untuk menaklukkan Ratu Pakuan dan Ratu
Pajajaran, maka berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju sesuai titah Maulana
Hasanuddin.
Penaklukan Pucuk Umun
Ditempat berbeda Ratu Pakuan dan Ratu
Pajajaran telah mengetahui akan kedatangan saudara-saudara mereka yang akan
menaklukkan mereka, maka sebelum Mas Jong dan Agus Ju datang, Ratu Pakuan dan
Ratu Pajajaran kabur dari tempat semedi dan berkumpul ke Gunung Pulosari tempat
Pucuk Umun berada. Setibanya ditempat semedinya Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran,
Mas Jong dan Agus Ju-pun tidak mendapati Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran berada
di tempat semedi keduanya, maka Mas Jong dan Agus Ju-pun kembali ke Banten Girang
untuk menemui Maulana Hasanuddin dan melaporkan bahwa Ratu Pakuan atau Ratu
Pajajaran tidak ada dan telah menghilang dari tempat semedi keduanya. Mendengar
laporan dari keduanya tentang keberadaan Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran yang
tidak di ketahui. Maulana Hasanuddin pun berkata kepada santri beliau ini “Mari
kita datangi saja ke Gunung Pulosari, kalian ikuti langkahku”. Maka keduanyapun
mengikuti seperti apa yang disarankan Maulana Hasanuddin kepada mereka bedua.
Maka berangkatlah mereka bertiga menuju
Gunung Pulosari, Di Gunung Pulosari ditempat Pucuk Umun berada, Pucuk Umun telah mengetahui bahwa Maulana
Hasanuddin dan santrinya berencana mengislamkan Pucuk Umun dan teman-teman.
Maka bermusyawarahlah Pucuk Umun bersama rekan-rekannya, setelah bermusyawarah
Pucuk Umun pun duduk di atas batu putih tempat bersemedinya di Kandang Kurung
yang ditemani oleh Ajar Domas Kurung Dua. Maka tibalah Maulana Hasanuddin ke
Kandang Kurung dan menemui Pucuk Umun yang sedang duduk, berkatalah Maulana
Hasanuddin “Hai Pucuk Umun, Saya datang kemari mau menaklukan kamu, sekarang
kamu semua Islamlah, masuklah kamu ke agama
Nabi (Muhammad SAW), berucaplah kalian semua Dua Kalimat (Syahadat)”.
Lalu berkatalah Pucuk Umun “Tuan, Saya belum tunduk ke agama Nabi (Muhammad
SAW) dan saya belum takluk kepada tuan apabila belum kalah dalam tarung kesaktian,
sehingga apabila saya kalah kesaktian maka saya baru takluk kepada tuan”.
Mendengar tantangan Pucuk Umun tersebut,
Mualana Hasanuddin-pun berkata “Silahkan engkau pilih tarung kesaktian apa yang
engkau inginkan?”. “baiklah, saya ingin tarung kesaktian dengan tarung ayam”
ujar Pucuk Umun. Akhirnya disetujuilah permintaan Pucuk Umun tersebut oleh
Maulana Hasanuddin, akhirnya mereka-pun mencari arena yang luas untuk tarung
kesaktian, dan didapatilah suatu lahan yang berada di wilayah Waringinkurung
yaitu disuatu kebon yang rata yang disebut Tegal Papak.
Selanjutnya Pucuk Umun dan para Ajar
istidroj dan membuat ayam jago yang terbuat dari besi, baja, dan pamor yang
terbuat dari sari baja dan rosa. Akhirnya jadilah barang-barang tersebut seekor
ayam jago yang memiliki raut mirip jalak rawa. Dilain tempat Maulana Hasanuddin
bermunajat kepada Allah SWT. Memohon pertolongan untuk mengalahkan dan
menaklukkan Pucuk Umun, agar Pucuk Umun dan para Ajarnya memeluk agama Nabi
Muhammad SAW. Dengan kekuasaan Allah SWT. Maka datanglah jin dan atas keinginan
Maulana Hasanuddin berubahlah jin tersebut menjadi seekor ayam jago dan
memiliki raut mirip jalak putih.
Setelah siap maka Maulana Hasanuddin
yang diikuti kedua muridnya Mas Jong dan Agus Ju serta para jin yang membawa
palu yang terbuat dari besi magnet berangkat menuju tempat pertandingan.
akhirnya rombongan Maulana Hasanuddin-pun sampai di Tegal Papak pada hari
Selasa, disana rombongan dan pengikut Pucuk Umun telah berada ditempat menunggu
kedatangan Maulana Hasanuddin. Setelah berjumpa keduanya, maka Pucuk Umun
berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah
kami sanggup takluk kepada tuan”. “Saya pun demikian, apabila kalah dengan ayam
jago mu, saya akan menghamba kepadamu” balas Maulana Hasanuddin.
Lalu bertarunglah ayam jago Pucuk Umun
dan ayam jago Maulana Hasanuddin, gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun dan
Ajarnya. Serangan ayam jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan dan
rasa riang menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago
mereka bakal memenangkan pertarungan. namun meski serangan bertubi-tubi
dilancarkan oleh ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana Hasanuddin, ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan
terus berusaha mengalahkan ayam jago Pucuk Umun. Disatu waktu akhirnya ayam
jago Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi debu.
Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk tanganpun
berhenti menjadi sepi senyap. Selanjutnya kembali pulanglah Ajar dan juga ayam
jago yang hancur tadi mewujud seperti asalnya menjadi besi pamor dan baja.
Sementara para Ajar Domas masuk Islam dihadapan Maulana Hasanuddin dan membaca
dua kalimat syahadat disaksikan Maulana Hasanuddin.
sementara itu, Pucuk Umun yang telah
dikalahkan berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, saya belum takluk kepada
tuan karena masih banyak kesaktian saya, apabila telah habis barulah saya
takluk”. mendengar tantangan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddinpun membalas
“keluarkan semua kesaktianmu saat ini, saya ingin tahu kemampuanmu”. akhirnya
Pucuk Umun pun terbang dan hilang dari penglihatan Maulana Hasanuddin.
selanjutnya dari balik mega Pucuk Umun memanggil nama Maulana Hasanuddin.
mendengar panggilan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua
santrinya “Hai Mas Jong dan Agus Ju, datangilah Pucuk Umun yang berada di balik
mega dan pukullah sekalian” lalu berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju ke atas
awan, saat akan dipukul oleh Mas Jong dan Agus Ju, Pucuk Umun pun menjerit dan
menghilang lagi. Melihat hal demikian, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua
santrinya “Dengan ridho Allah SWT. Pucuk
Umun jadilah kafir iblis laknaktullah, tidak ingin masuk Islam, kamu berdua
pulanglah”. maka turunlah kedua santri tersebut dari langit, setelah berkumpul
berangkatlah rombongan Maulana Hasanuddin, Mas Jong dan Agus Ju yang diikuti
juga oleh para Ajar Domas dari Tegal Papak menuju Gunung Pulosari.
Penaklukan Ratu Darah Putih
Sesampainya rombongan Maulana
Hasanuddin di Gunung Pulosari, Sunan Gunung Jati datang menghampiri Maulana
Hasanuddin dan berucap “Hai anakku Hasanuddin, mari kita pergi haji ke Makkah,
karena sekarang adalah hari haji”. Selanjutnya Maulana Hasanuddin dibungkus
selendang Sunan Gunung Jati. berangkatlah Sunan Gunung Jati dan Maulana
Hasanuddin menuju Makkah Al-Mukarromah meninggalkan Mas Jong dan Agus Ju
beserta para Ajar Domas di Gunung Pulosari.
Di Makkah Maulana Hasanuddin
melaksanakan towaf dan diajarkan thoriqat Syathariyah, lalu berangkat ke
Madinah. setelah selesai melaksanakan haji, Maulana Hasanuddin kembali ke
Gunung Pulosari beserta ayahanda beliau.
Setelah Maulana Hasanuddin menjalankan
ibadah haji, terdengar kabar kematian beberapa penjaga Banten yaitu Pucuk Umun
di Jung Kulon, Dewa Ratu di Panahitan, Prabu Langkarang di Tanjung Tua, Prabu
Langka Wastu di Gunung Raja Basa, Prabu Langgawana di Gunung Lor, Prabu
Mundaeng Kalangon di Puncak Gunung Karang, Brama Kendala di Gunung Pulosari,
Sida Sakti di Gunung Tanjung Pujut, Prabu Mundaiti di Gunung Kendeng, Prabu
Lengkang Klincang Kangkaring di Gunung Karawang. dari sekian Ajar yang
meninggal yang masuk Islam dan kekal dalam Islamnya yaitu berjumlah 486 orang
Ajar.
Setelah pulang dari Makkah bersama
ayahanda Sunan Gunung Jati, Sunan Gunung Jati memberikan titah kepada Maulana
Hasanuddin “Hai anakku, carilah negara setengahnya adalah lautan”. Maka,
Maulana Hasanuddin pun mengikuti titah ayah beliau, Maulana Hasanuddin kembali
ke Banten Girang diikuti oleh Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar.
Sesampainya di Banten Girang Maulana Hasanuddin mengumpulkan seluruh
pengikutnya, lalu Maulana Hasanuddin berkata “Sekarang tunggulah kalian semua
disini (Banten Girang), karena saya hendak berkeliling bersama santri dua ini
yaitu Mas Jong dan Agus Ju” setelah berkata demikian, Maulana Hasanuddin
beserta Mas Jong dan Agus Ju meninggalkan para Ajar di Banten Girang.
Selanjutnya Maulana Hasanuddin berjalan
dari Banten Girang ke arah Selatan, lalu mengikuti pesisir selatan ke arah UJung
Kulon, lalu ke Penahitan tanpa menggunakan perahu lagi. sesampainya
ditengah-tengah dari Jung Kulon, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua
santrinya “Menyelamlah kamu ke dalam lautan, ambilah Gong Kaleng” maka
menyelamlah kedua dan berhasil mendapatkan Gong Kaleng. setelah mengangkat Gong
Kaleng, Maulana Hasanuddin turun dari Panahitan dan melanjutkan ke Pulau
Semangka terus ke Sidebu dan melanjutkan ke Bangka Hulu dan dilanjutkan ke
Pulau Sulaibar lalu ke Malangkabu. di Malangkabu Maulana Hasanuddin berjumpa
dengan Raja Malangkabu, dari sana beliau melanjutkan perjalanan ke arah Utara
mengikuti pesisir hingga sampailah di Sirem negerinya Ratu Darah Putih Tanah
Liat. disana Ratu Darah Putih sudah mendapat isyarat dari Allah SWT. agar masuk
Islam dan akan datang kepadanya Seorang Waliyullah. Ratu Darah Putih akhirnya
dapat bertemu dengan Maulana Hasanuddin di tengah laut, Ratu Darah Putih-pun
Masuk Islam dan diajarkan dua kalimat syahadat oleh Maulana Hasanuddin.
setelahnya masuk Islam Ratu Darah Putih diserahi oleh Maulana Hasanuddin untuk
mengislamkan seluruh penduduk Lampung dan kepadanya diperintah menanam Merica
di tanah Lampung. akhirnya keduanyapun berpisah Ratu Darah Putih pulang dan
mengislamkan penduduk Lampung, sementara Maulana Hasanuddin kembali ke Timur
menuju Karawang, dari Karawang Maulana Hasanuddin melanjutkan perjalanannya ke
arah Selatan melewati hutan hingga sampai
di Bogor Utara, lalu kembali kearah Barat melewati hutan dan sampai di Ujung
Kulon dari Ujung Kulon kembali pulang ke Banten Girang hingga menetaplah
Maulana Hasanuddin di Banten Girang.
Pengangkatan Maulana Hasanuddin menjadi Sultan
Banten Pertama
Setelah menetap di Banten Girang, Maulana Hasanuddin berucap kepada Mas
Jong dan Agus Ju agar menempatkan masyarakatnya dan mendirikan perkampungan
Banten. Maka keduanya pun segera melaksanakan titah Maulana Hasanuddin membuka
dan membersihkan hutan dan pegunungan untuk didirikan perkampungan-perkampungan
dan keduanya mengajak masyarakat untuk menempati hutan dan pegunungan yang
sudah dibersihkan tersebut. Setelah selesai dengan tugasnya Mas Jong dan Agus
Ju pun akhirnya kembali ke Banten Girang melaporkan tugas yang telah
dilaksanakannya kepada Maulana Hasanuddin.
Suatu hari Maulana Hasanuddin berangkat
dari Banten Girang menuju ke arah Utara mengikuti jalan pesisir Banten Serang,
dan terus berjalan di atas laut diiringi oleh kedua santrinya Mas Jong dan Agus
Ju. Ketika sampai di tengah lautan mereka sholat dua rakaat, setelah selesai
dari sholatnya maka lautpun kering dan menjadi daratan, maka duduklah Maulana
Hasanuddin di atas batu gilang (batu yang berwarna hitam pekat) yang ada di pancaniti
(aula), yaitu disifati negri di jajaloka (Jayaloka) negri Surosoan. Disitulah
Maulana Hasanuddin mendirikan keraton yang dinamai Kipanggang rupanya seperti
tempat panggangan ikan pari.
Setelah keraton selesai didirikan, maka
sang ayah Syarif Hidayatullah datang dan memberikan kabar kepada Maulana
Hasanuddin bahwa Pangeran Ratu (Ratu Ayu Kirana) ibunda dari Ratu Pembayun, Pangeran Yusuf, Pangeran Arya, Pangeran
Sunyararas, Pangeran Pajajaran, Pangeran Pringgalaya, Ratu Agung atau Ratu
Kumadaragi, Pangeran Molana Magrib dan Ratu Ayu Arsanengah ini telah ditetapkan
sebagai Sultan di Demak oleh Maulana Syarif Hidayatullah, maka menjadi
ketetapan Maulana Syarif Hidayatullah juga
kalau Maulana Hasanuddin menjadi Sultan di Banten. Setelah Maulana Syarif Hidayatullah selesai mengutarakan
tujuannya tanpa menunggu lama Maulana Syarif
Hidayatullah berangkat kembali menuju Cirebon.
Maka
jadilah Maulana Hasanuddin Sultan Banten pertama, pertama tugas yang
dilaksanakan oleh Maulana Hasanuddin adalah mendirikan masjid Agung, dan dalam
titahnya sebagai Sultan Maulana Hasanuddin menugaskan Indra Kumala penjaga
Gunung Karang yang bertempat tugas di Sumur Tujuh, Manik Kumala ditugaskan
menjaga pemandian sungai Banten, Mas Jong ditugaskan menjaga Pintu Merah
(Lawang Abang) di dalam istana sebelah kanan, dan Agus Ju ditugaskan menjaga
pintu Utara. Demikian kisah perjalanan Maulana Hasanuddin di negeri Banten
semoga bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya oleh kita. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar